Suaragenerasibangsa.com ✓ Gresik,- Desa Bolo, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, menjadi sorotan publik setelah terkuaknya fakta bahwa sejumlah unit Alat Pemadam Api Ringan (APAR) hasil pengadaan dana pemerintah dibiarkan menumpuk berbulan-bulan di sudut Kantor Desa tanpa kejelasan pemanfaatan.
Saat dilakukan penelusuran langsung oleh awak media pada 11 Agustus 2025, Kepala Desa Bolo tidak berada di tempat. Konfirmasi dilakukan dengan Kasi Pelayanan, yang menyatakan bahwa APAR rencananya akan ditempatkan di sejumlah mushola dan masjid di desa.
Namun, pengakuannya yang menyebut “saya tidak tahu” terkait jadwal penempatan, semakin memperkuat dugaan bahwa tidak ada rencana teknis dan distribusi yang jelas sejak awal.
Seorang tokoh masyarakat Desa Bolo yang enggan disebut namanya menanggapi dengan nada kecewa,
“Kalau memang niatnya untuk melindungi warga dari kebakaran, seharusnya APAR itu sudah lama terpasang. Ini malah dibiarkan menumpuk berbulan-bulan. Uang rakyat kok diperlakukan seperti mainan.”
Munculnya ketidaknyamanan dalam menjelaskan kapan APAR tersebut akan dipasang memicu spekulasi publik. Berdasarkan harga pasaran, APAR kapasitas 6 Kg dijual seharga Rp800.000 hingga Rp1.200.000 per unit. Jika dikalikan dengan jumlah unit yang ada, nominal anggaran mencapai Rp8.000.000 – Rp12.000.000.
“Jumlah ini besar untuk ukuran desa. Kalau dibiarkan mangkrak, sama saja uang itu dibuang ke tempat sampah,” ujar salah satu aktivis LSM di Gresik yang memantau kasus ini.
Nilai anggaran yang signifikan ini, jika barang tidak dimanfaatkan sesuai peruntukan, berpotensi menimbulkan kerugian negara. Berdasarkan hukum, setidaknya ada beberapa pasal yang dapat menjerat, Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 yang berbunyi Menyalahgunakan kewenangan atau sarana karena jabatan yang dapat merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau minimal 1 tahun serta denda. Tidak berhenti pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 pada Pasal 8 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juga dijelaskan bahwa Pengelolaan keuangan negara harus tertib, taat aturan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
Disisi lain, Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang menyatakan bahwa Setiap pengeluaran belanja desa wajib didukung bukti yang lengkap dan sah, serta barang/jasa harus dimanfaatkan sesuai tujuan yang direncanakan, juga ikut mengatur pengeluaran belanja Desa.
“Kalau ini dibiarkan, artinya prinsip efisiensi, efektivitas, dan tepat guna sudah dilanggar terang-terangan,” tegas seorang praktisi hukum di Gresik yang dihubungi terpisah
Tanpa APAR di fasilitas umum, penanganan darurat kebakaran akan sulit dilakukan. Nilai barang pun turun seiring waktu (depresiasi) dan berisiko rusak karena tidak digunakan.
“Risiko kebakaran itu nyata, apalagi di masjid atau mushola yang setiap hari digunakan warga. Kalau sampai terjadi musibah, siapa yang mau bertanggung jawab?” ujar Ketua RW setempat.
Seruan pengawasan dan penindakan menguat setelah beberapa janji pemasangan dari pihak desa tidak kunjung direalisasikan. Warga menilai janji tersebut hanyalah retorika.
“Janji manis itu sudah basi. Yang ada, APAR masih tergeletak di kantor desa, jadi pajangan,” sindir salah satu pemuda desa.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi Inspektorat Kabupaten Gresik, Kejaksaan Negeri Gresik, dan Polres Gresik untuk memeriksa dokumen RKPDes, RAB, nota pembelian, dan bukti serah terima barang.
Jika terbukti ada unsur kesengajaan membiarkan APAR mangkrak, penindakan hukum wajib dilakukan demi menjaga akuntabilitas pengelolaan dana desa.
Tumpukan APAR di Kantor Desa Bolo kini bukan sekadar besi dan tabung berisi serbuk pemadam api. Ia telah menjadi simbol nyata kelalaian birokrasi desa: proyek ada, anggaran habis, manfaat tidak dirasakan warga.
Uang rakyat tidak boleh dibiarkan terbakar—baik oleh api maupun oleh kelalaian aparat desa.
Tim-Redaksi
Tags
Berita Gresik