Suaragenerasibangsa.com ✓ Probolinggo,– Pemandangan tak biasa terlihat di jalanan Kabupaten Probolinggo akhir-akhir ini. Sejumlah sopir angkutan maupun kendaraan pribadi tampak memasang bendera bergambar tengkorak bertopi jerami di bagian belakang atau kaca mobil mereka. Bendera tersebut merupakan simbol dari karakter anime populer asal Jepang, One Piece, yang ternyata memiliki makna mendalam bagi sebagian sopir di wilayah tersebut.
Menurut pantauan di beberapa titik seperti jalur Pantura dan kawasan pelabuhan, bendera ini tidak sekadar menjadi hiasan. Para sopir yang memasangnya menyebut simbol tersebut sebagai bentuk ekspresi atas perjuangan hidup mereka, sekaligus sindiran terhadap realitas sosial dan ekonomi yang mereka hadapi.
Salah satu sopir, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa bendera tengkorak bertopi jerami bukan sekadar simbol bajak laut dalam cerita fiksi. Bagi mereka, lambang itu mencerminkan kondisi para sopir yang "kurus kering" secara ekonomi akibat berbagai tekanan hidup, namun tetap menyimpan semangat seperti tokoh Luffy dalam mengejar impian dan keadilan.
“Tengkorak itu lambang kami yang sudah capek, kurus, tapi masih harus kuat. Topi jerami itu simbol harapan—semangat untuk tetap berjuang. Dan gambar palang itu, bagi kami, adalah simbol bahwa masih banyak penghianatan, banyak yang menjatuhkan perjuangan kami dari belakang,” ujarnya kepada Suaragenerasibangsa.com.
Fenomena ini bukan hanya ekspresi kreatif, tetapi juga cermin dari keresahan para sopir terhadap situasi yang mereka anggap tidak adil. Mulai dari beban biaya operasional yang tinggi, tidak meratanya pendapatan, hingga tekanan dari oknum-oknum tertentu di lapangan, membuat sebagian dari mereka merasa seperti berjuang sendirian di tengah sistem yang tidak berpihak.
Beberapa pengamat sosial menyebut bahwa penggunaan simbol populer sebagai bentuk ekspresi sosial bukanlah hal baru. Namun, ketika simbol tersebut digunakan secara massal dan dengan narasi tertentu, hal itu dapat menjadi penanda munculnya keresahan kolektif.
“Ini bisa dibaca sebagai kritik diam-diam. Saat masyarakat kecil, seperti sopir, memilih menggunakan lambang dari budaya pop untuk menyuarakan perasaannya, itu artinya ada yang tidak tersampaikan secara formal,” ujar seorang pengamat budaya lokal yang tak mau disebutkan namanya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait fenomena pemasangan bendera ini. Beberapa sopir menyebutkan bahwa mereka akan terus memasangnya sebagai bentuk semangat dan solidaritas sesama pengemudi yang merasa senasib sepenanggungan.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa bahkan di tengah tekanan hidup, para sopir masih menemukan cara untuk menyalurkan semangat dan kritik sosial melalui simbol-simbol yang bermakna. Dan mungkin, dalam diam, mereka sedang menyusun perlawanan yang tidak bisa diabaikan.
Pitric Ferdianto
Tags
Probolinggo