Lumajang, Suaragenerasibangsa.com – Kejelasan mengenai Pendamping Haji Daerah (PHD) Kabupaten Lumajang kembali menjadi sorotan setelah Sekretaris Daerah (Sekda) Agus Triyono memberikan jawaban yang menunjukkan lemahnya koordinasi dan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan haji tahun ini.
Dalam konfirmasi yang diajukan terkait status terbaru PHD, termasuk komitmen yang sebelumnya disampaikan dalam audiensi di DPRD di mana nama Imron Fauzi disebut sebagai prioritas. Sekda menyatakan bahwa calon PHD kini mendaftar melalui aplikasi resmi Kementerian Agama. Namun, ia mengaku tidak memiliki informasi detail mengenai proses penetapan maupun mekanisme prioritas tersebut.
"Calon PHD mendaftar ke aplikasi kemenag, Mohon maaf saya tidak punya info detail tentang PHD," ungkapnya, Senin (25/11/2025).
Yang lebih mengejutkan, Sekda mengungkapkan bahwa Pemkab Lumajang belum menganggarkan biaya bagi PHD lantaran terjadi pemotongan dana transfer sebesar Rp266 miliar. Ketika ditanya siapa yang menanggung biaya PHD jika tidak disediakan APBD, Sekda menjawab singkat: “Mandiri," katanya.
Pernyataan ini memunculkan tanda tanya besar. Dalam sejumlah regulasi penyelenggaraan haji mulai dari Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji hingga aturan teknis Kemenag pemerintah daerah memiliki kewajiban memfasilitasi dan mendukung keberadaan PHD, termasuk pada aspek pembiayaannya. Bahkan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) menegaskan bahwa biaya operasional PHD idealnya dibebankan pada APBD sebagai bentuk tanggung jawab daerah terhadap jemaahnya.
Ketidaksiapan anggaran, ketidakjelasan informasi, serta pembebanan biaya kepada calon PHD dikhawatirkan bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi yang menjadi dasar tata kelola penyelenggaraan haji. Tanpa dukungan pembiayaan daerah, aksesibilitas calon PHD juga berpotensi timpang, karena hanya mereka yang mampu secara ekonomi yang dapat mendaftar.
Sekda menambahkan bahwa jika tidak ada warga Lumajang yang mendaftar, kloter Lumajang tetap akan didampingi PHD dari daerah lain. Pernyataan ini mempertegas bahwa Pemkab praktis tidak mengambil peran aktif dalam memastikan keberadaan pendamping yang berasal dari daerahnya sendiri.
Minimnya informasi, absennya anggaran, serta dugaan tidak terpenuhinya prinsip regulasi membuat status PHD Lumajang tahun ini berada dalam titik paling krusial. Publik kini menunggu sikap resmi pemerintah daerah dan DPRD untuk memastikan bahwa pelayanan jemaah haji yang merupakan mandat langsung negara tetap berjalan sesuai ketentuan hukum dan prinsip good governance.
