LSM LIRA Minta Kapolri dan Menteri Kehutanan Audit Dugaan Perusakan Hutan di Wilayah Rawan Bencana


Suaragenerasibangsa.com✓Jakarta

Wakil Presiden Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) Bidang Koordinator Nasional (KORNAS) sekaligus Ketua Tim Investigasi LSM LIRA, Samsudin, menyampaikan bahwa rangkaian bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat patut diduga bukan semata-mata peristiwa alam, melainkan akumulasi degradasi ekologis yang berlangsung lama, sistemik, dan melibatkan aktivitas manusia.

Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat merupakan satu kesatuan bentang ekologis strategis di wilayah barat Pulau Sumatera. Ketika kawasan hulu, Daerah Aliran Sungai (DAS), dan hutan lindung mengalami tekanan akibat dugaan pembalakan liar, alih fungsi kawasan, serta lemahnya pengendalian perizinan, maka curah hujan tinggi secara logis bermuara pada bencana kemanusiaan berupa banjir bandang, longsor, dan kerusakan permukiman warga.

Bencana tidak pernah berdiri sendiri. Ia lahir dari rangkaian pembiaran yang membuat alam kehilangan daya lindungnya,” ujar Samsudin.

Sebagai Ketua Tim Investigasi, Samsudin menegaskan bahwa LSM LIRA telah mengantongi data awal yang mencakup identitas perusahaan-perusahaan yang diduga terlibat dalam perusakan hutan dan kawasan hulu DAS di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, berikut data perizinan serta aktivitas lapangan, hingga indikasi keterlibatan oknum tertentu yang patut diduga melakukan pembiaran atau perlindungan terhadap praktik illegal logging dan pelanggaran kehutanan.

Seluruh data tersebut, menurut Samsudin, akan diserahkan kepada aparat penegak hukum dan kementerian terkait untuk diuji secara objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka memperluas pengungkapan dan memastikan kerja organisasi berjalan secara terstruktur dan nasional, Presiden LSM LIRA telah mengeluarkan instruksi resmi, yang memerintahkan Gubernur LSM LIRA, Bupati dan Wali Kota LSM LIRA, serta LBH LIRA di seluruh Indonesia untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap kerusakan hutan dan lingkungan di wilayah masing-masing.

Investigasi tersebut difokuskan pada kerusakan lingkungan yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara, mengancam keselamatan rakyat karena rawan longsor, banjir bandang, dan bencana hidrometeorologi, serta berpotensi melibatkan korporasi maupun oknum aparatur negara.

Instruksi ini adalah bentuk tanggung jawab organisasi. Ketika kerusakan hutan mengancam nyawa rakyat dan merugikan negara, maka diam adalah bentuk kejahatan,” tegas Samsudin.

LSM LIRA menegaskan bahwa kerangka hukum nasional telah menyediakan instrumen yang tegas untuk menindak dugaan kejahatan kehutanan dan lingkungan, termasuk pertanggungjawaban pidana korporasi serta pihak yang turut serta atau melakukan pembiaran.

Atas dasar itu, LSM LIRA secara terbuka meminta:

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memastikan proses penegakan hukum berjalan menyeluruh, profesional, dan menjangkau aktor intelektual di balik dugaan kejahatan kehutanan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat;

Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Safri Samsudin, untuk melakukan audit komprehensif terhadap seluruh izin kehutanan, khususnya di wilayah rawan bencana, serta menutup setiap celah pembiaran yang berpotensi melanggengkan kerusakan hutan.

Apabila dugaan tersebut terbukti, maka perbuatan dimaksud berpotensi melanggar:

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 50 jo. Pasal 78);

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 69, 87, 98, 99, dan 116);

Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP terkait penyertaan dan pembantuan.

Kerangka hukum tersebut membuka ruang penegakan pidana, perdata, pemulihan lingkungan, serta penggantian kerugian negara.

LSM LIRA menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari agenda keadilan ekologis nasional. Apabila negara gagal bertindak tegas dan transparan, maka jalur hukum dan konstitusional akan ditempuh.

Hutan adalah benteng terakhir keselamatan rakyat. Jika benteng itu runtuh karena pembiaran, maka negara wajib bertanggung jawab,” pungkas Samsudin.

Tim-Redaksi 

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama

Terkini