Probolinggo, Suaragenerasibangsa.com – Penanganan kasus dugaan penyelundupan dan penggelapan pupuk bersubsidi sebanyak 17,8 ton yang menyeret sejumlah pihak di Kabupaten Ngawi kembali menjadi sorotan publik, termasuk di wilayah Probolinggo sebagai daerah asal sebagian rantai distribusi pupuk tersebut. Pasalnya, muncul perbedaan keterangan antara terduga pelaku dengan aparat penegak hukum terkait status hukum perkara yang berdampak langsung pada hajat hidup petani.
Salah satu terduga pelaku berinisial M mengaku kepada media bahwa perkara yang menjeratnya telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Ia bahkan menyatakan kini telah kembali beraktivitas secara normal di bidang penjualan sarana pertanian non-subsidi. Pengakuan tersebut diperkuat dengan pernyataannya yang menyebut putusan berasal dari Pengadilan Negeri Ngawi.
Namun, klaim tersebut bertolak belakang dengan keterangan resmi dari pihak kepolisian. Kasat Reserse Kriminal Polres Ngawi menegaskan bahwa proses hukum atas perkara penyelewengan pupuk subsidi masih berlanjut dan telah dinaikkan ke tahap berikutnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa belum seluruh rangkaian penanganan perkara dinyatakan selesai secara hukum.
Kondisi serupa juga terpantau di lapangan. Sejumlah warga serta awak media mendapati beberapa pihak yang sebelumnya disebut sebagai tersangka telah kembali beraktivitas. Salah satunya berinisial S, yang saat dikonfirmasi memilih tidak memberikan penjelasan rinci dan menyatakan enggan mengulas kembali perkara tersebut.
Upaya konfirmasi kepada Kejaksaan Negeri Ngawi telah dilakukan untuk memperoleh kepastian status hukum secara resmi. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan yang diberikan. Ketiadaan klarifikasi dari pihak kejaksaan memperlebar ruang ketidakpastian di tengah publik, khususnya terkait sinkronisasi penanganan perkara antar lembaga penegak hukum.
Padahal, kasus penggelapan pupuk bersubsidi dalam jumlah besar bukan perkara ringan. Distribusi pupuk subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi petani justru diselewengkan, sehingga berpotensi menimbulkan kelangkaan, kenaikan harga, serta kerugian langsung bagi sektor pertanian, termasuk di wilayah tapal kuda seperti Probolinggo yang menjadi salah satu daerah penyangga pertanian.
Sebagaimana diketahui, Pengadilan Negeri Ngawi sebelumnya telah menjatuhkan vonis pidana penjara selama tiga bulan kepada tujuh terdakwa dalam perkara penjualan pupuk subsidi ilegal. Ketujuh terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan perundang-undangan terkait tindak pidana ekonomi dan tata kelola pupuk bersubsidi. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pada 29 Oktober 2025, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut pidana enam bulan penjara.
Kasus ini bermula dari pengungkapan Satuan Reserse Kriminal Polres Ngawi terhadap pengangkutan pupuk subsidi jenis Phonska tanpa dokumen resmi pada akhir Juli 2025. Dua truk bermuatan ratusan karung pupuk bersubsidi diamankan saat melintas di wilayah Ngawi, setelah sebelumnya diketahui berasal dari Probolinggo. Pengembangan perkara kemudian menyeret sejumlah pihak lain, termasuk pemilik kios pupuk, pengepul, hingga sopir pengangkut.
Publik kini menunggu kejelasan dan transparansi dari aparat penegak hukum terkait status akhir perkara, termasuk apakah masih terdapat pengembangan terhadap aktor lain atau jaringan distribusi yang lebih luas. Ketidaksinkronan informasi antara pernyataan pelaku, kepolisian, dan kejaksaan berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, khususnya dalam kasus strategis yang menyangkut kepentingan petani dan ketahanan pangan nasional.
Tim Media akan terus memantau dan mengawal perkembangan kasus ini demi memastikan keterbukaan informasi dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Tim-Redaksi
