Suaragenerasibangsa.com ✓ Probolinggo,-Di tengah gembar-gembor penegakan hukum dan ketertiban, Kota Probolinggo justru memberi contoh buruk. Restoran cepat saji Mie Gacoan di Jalan Suroyo berdiri kokoh di atas pelanggaran Perda RTRW — dan anehnya, tetap dibiarkan beroperasi. Pertanyaan besarnya: Siapa yang melindungi?
Fakta tidak terbantahkan. Surat rekomendasi pemanfaatan ruang yang dikeluarkan Pemkot tahun 2019 memuat delapan syarat ketat. Masa berlaku: hanya satu tahun. Syarat paling krusial — Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) dan parkir memadai — tak pernah dipenuhi. Sejak 17 Desember 2020, izin itu mati secara hukum. Imbasnya, SKRK dan IMB juga seharusnya gugur.
Namun, alih-alih menindak, aparat justru membiarkan. Parkir memakan badan jalan, jumlah kursi melebihi ketentuan, dan wilayah operasional jelas melanggar zona perkantoran. Satpol PP, Dishub, dan DPMPTSP seolah kehilangan gigi ketika berhadapan dengan merek besar.
Kontrasnya mencolok. Angkringan rakyat kecil diusir, lapak kaki lima digusur. Tapi pelanggaran terang-terangan seperti ini? Diam. Sunyi. Nyaris seperti ada tameng tak kasat mata yang melindungi.
Ketua LSM PASKAL, Sulaiman, menyebut ini bentuk nyata hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas. “Kalau Pemkot tidak berani menegakkan aturan, jangan salahkan rakyat turun ke jalan,” tegasnya. PASKAL bahkan siap menggelar aksi besar-besaran untuk memaksa penegakan hukum.
Mantan anggota DPRD, Syafiudin AR, mempertegas: Pemkot wajib menutup atau merelokasi usaha itu ke zona perdagangan seperti Jalan Cokro atau Dr. Sutomo. “Aturan dibuat untuk ditegakkan, bukan untuk dipermainkan,” ujarnya.
Diamnya Pemkot atas kasus ini bukan sekadar kelalaian — ini preseden berbahaya. Jika pelanggaran seperti ini dibiarkan, jangan heran bila satu per satu aturan tata ruang berubah menjadi pajangan kertas tak bergigi.
Publik berhak bertanya: Apakah hukum di Probolinggo hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara pengusaha besar bebas menginjak Perda?
Hingga berita ini dimuat, manajemen Mie Gacoan memilih bungkam. Pemkot? Lebih memilih diam, meski suara publik semakin lantang.
Tim-Redaksi