Ketua Puskominfo DPD Jatim, Umar Al-Khothob, NH, menyebut ada sejumlah kejanggalan yang perlu ditelusuri. Menurutnya, sertifikat atas nama Soim ikut dijaminkan bersama sertifikat milik Nurul Ismawati untuk memperoleh pinjaman senilai Rp150 juta. Namun, pengambilan sertifikat itu diduga dilakukan tanpa kehadiran maupun tanda tangan Nurul.
“Seharusnya pihak PNM menghadirkan pemilik jaminan untuk dimintai tanda tangan. Namun hal itu tidak dilakukan,” kata Umar.
Lebih lanjut, Umar mengungkapkan bahwa debitur tidak pernah menerima surat peringatan (SP) 1 maupun SP 2 sebelum aset dilelang. “Tiba-tiba aset tersebut sudah dinyatakan dimenangkan oleh pihak lain dari Surabaya tanpa sepengetahuan debitur,” ujarnya.
Ia juga menyoroti minimnya pendampingan dari pemerintah desa setempat. “Kepala Desa Kedungrejo seharusnya mengayomi dan melindungi warganya saat proses eksekusi, namun hal itu tidak terlihat,” tegas Umar.
Menurut Umar, pihak debitur sebenarnya ikhlas apabila aset dilelang sesuai prosedur. Namun, persoalan muncul karena diduga tidak ada pemberitahuan resmi ke alamat Nurul Ismawati sebagaimana tercantum dalam dokumen pinjaman.
Selain itu, Umar menambahkan adanya permasalahan transparansi dalam pembayaran angsuran.
“Debitur sudah menitipkan angsuran beberapa kali melalui seseorang berinisial MY, namun tidak jelas apakah setoran itu tercatat. Bahkan ketika menanyakan sisa pokok hutang, pihak PNM tidak memberikan rincian,” katanya.
Tim Puskominfo DPD Jatim berencana melakukan investigasi lebih lanjut, termasuk klarifikasi ke pihak desa dan PNM. Mereka juga menduga adanya praktik mafia tanah dalam kasus ini. “Ini menjadi pekerjaan rumah bagi BPN, kepolisian, dan pihak terkait lainnya di wilayah Bojonegoro,” tutur Umar.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih berupaya meminta konfirmasi dari pihak PT PNM Cabang Bojonegoro terkait dugaan kejanggalan proses lelang tersebut.
HARDON