![]() |
| tudingan keras: dugaan pungutan liar (pungli) |
Suaragenerasibangsa.com ✓ PROBOLINGGO,– Tangan besi hukum akhirnya mulai digedor oleh para wali murid yang menjadi orang tua asuh anak yatim dan yatim piatu di Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo. Mereka resmi melapor ke SPKT Polres Kabupaten Probolinggo pada Senin (12/8/2025), dengan tudingan keras: dugaan pungutan liar (pungli), penggelapan dana Program Indonesia Pintar (PIP), penyelewengan dana BOS, hingga intimidasi yang dilakukan oknum kepala sekolah dan Korwil setempat.
Sekolah-sekolah di bawah naungan Yayasan Miftahul Ulum, Desa Pakuniran, sepintas terlihat seperti lembaga pendidikan biasa. Namun di balik pagar dan bangunannya, tersimpan praktik yang diduga kotor dan merugikan anak-anak yatim – anak-anak yang justru seharusnya dilindungi.
Wali murid mengungkapkan, bantuan PIP atas nama Rafka Adim Alfarisi dan Ummi Zainiyah diduga tidak sampai ke tangan penerima. Padahal, kedua anak itu berstatus yatim dan yatim piatu. “Saya tidak terima, ini benar-benar keterlaluan. Anak yatim saja masih tega diduga digelapkan bantuannya. Kami mohon polisi segera memproses sesuai prosedur dan undang-undang,” tegas Niwati, salah satu wali murid pelapor.
Dalam laporan resmi yang diterima Bripka Sukoco di SPKT Polres Kabupaten Probolinggo, para wali murid juga menambahkan adanya intimidasi dari pihak kepala sekolah dan Korwil Kecamatan Pakuniran. Bahkan, mereka sempat berencana melaporkan langsung ke Wali Kota dengan membawa bukti-bukti dugaan pelanggaran.
“Bukan hanya pungli dan dana BOS, ada juga dugaan penistaan agama dan intimidasi yang membuat kami resah. Ini sudah keterlaluan, kami tidak bisa diam,” lanjut Niwati.
Kasus ini membuka tabir gelap dunia pendidikan di desa yang seharusnya menjadi tempat menanam ilmu, bukan ladang memperkaya diri dengan memangsa hak anak yatim. Jika benar terbukti, aparat penegak hukum wajib bertindak cepat. Karena membiarkan dugaan ini sama artinya menutup mata terhadap pengkhianatan terhadap anak-anak bangsa.
Jika aparat penegak hukum masih memilih bungkam, maka publik berhak bertanya: apakah hukum di negeri ini hanya tajam ke rakyat kecil, tetapi tumpul ketika menyentuh oknum sekolah dan pejabat bermental koruptor? Kasus ini bukan sekadar soal uang, tetapi tentang martabat anak yatim yang diinjak-injak. Membiarkan dugaan ini berarti sama saja menodai wajah pendidikan dan mempermalukan negara. Kini bola panas ada di tangan Polres Probolinggo — apakah berani menegakkan keadilan, atau justru ikut menjadi bagian dari pembiaran?
Penulis: Udin

